Simalungun | Buntut dari klaim tanah adat seluas 1.500 Ha oleh kelompok Lamtoras di areal HGU PT TPL Tbk sektor Aek Nauli, Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, menyebabkan terjadinya pengrusakan tanaman dan kendaraan milik perusahaan dan masyarakat menduga lamtoras biang konflik.
Kelompok Lamtoras merupakan warga masyarakat dari Dusun IV Aek Batu dan Dusun 5
Lumban Ambarita yang berada di wilayah Desa Sihaporas. Mereka juga mengaku
sebagai keturunan Raja Mamontang Laut Ambarita yang memiliki tanah adat di
areal HGU PT TPL Tbk sektor Aek Nauli.
Aksi kelompok Lamtoras ini telah
dilaporkan pihak PT TPL Tbk ke Polres Simalungun. Sedikitnya ada empat laporan
pengaduan yang dilayangkan PT TPL Tbk sejak April hingga Juni 2022.
Begitupun, manajemen PT TPL Tbk tetap
melakukan upaya pendekatan secara persuasif kepada kelompok Lamtoras. Di
antaranya mengimplementasikan program CSR (Corporate Social Responsibility)
melalui pembentukan kelompok Tani Hutan. Namun upaya ini tak digubris kelompok
Lamtoras.
Sementara, aksi anarkisme kelompok
Lamtoras yang terus menurut dikembalikannya tanah adat, telah menyebabkan
terusiknya ketenteraman wilayah Desa Sihaporas dan mengganggu kelangsungan
perekonomian warga dari tiga dusun, yakni Dusun I Sihaporas Bolon, Dusun II
Sihaporas Bayu, dan Dusun III Gunung Pariama yang selama ini berkerja dengan PT
TPL Tbk.
Kondisi ini dikhawatirkan akan memicu
terjadinya bentrok antarwarga dusun dari satu desa yang sama. “Kelompok
Lamtoras itu hanya sebagian kecil dari warga Sihaporas. Kira-kira mereka itu
jumlahnya 40 orang saja. Kami para warga dari tiga dusun tidak mau ikut-ikutan
dengan yang mereka tuntut. Makanya kami pun dimusihi mereka,” ungkap seorang
warga, yang demi keamanannya meminta identitasnya tidak disebutkan. (red)
0 Komentar